Prinsip Nasionalisme Indonesia di Nusantara
Prinsip Nasionalisme berhubungan secara spesifik dengan budaya nusantara. Nasionalisme dalam perjalanannya selalu memiliki happy ending atau akhir yang baik dan indah. Dalam Berkehidupan Berbangsa, pembahasan tentang Prinsip Nasionalisme dan Prinsip Kebebasan di Indonesia adalah sangat penting untuk kita lakukan dalam rangka menambah pengetahuan tentang Wawasan Nusantara.
Prinsip Nasionalisme di Indonesia |
Prinsip-Prinsip Yang Terkandung Dalam Nasionalisme Indonesia
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan telah dimulai sejak penjajahan Belanda berada di Indonesia. Sejarah perjuangan, pada akhirnya, mencapai puncaknya dengan diproklamasikannya kemedekaan indonesia. Oleh karena itu, Pesatuan Indonesia harus kita perjuangkan dan pertahankan terus.
Apalagi hal-hal berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia dikaji lebih jauh, terdapat prinsip yang juga harus dihayati. Prinsip-prinsip itu ialah prinsip nasionalisme.
Nasionalisme dalam arti luas adalah paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah airnya dengan memandang bangsannya itu merupakan bagian dari bagian lain di dunia. Nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip yaitu kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta demokrasi/demokratis.
- Prinsip kebersamaan
Prinsip kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. - Prinsip persatuan dan kesatuan
Prinsip persatuan dan kesatuan menuntut setiap warga negara harus mampu mengesampingkan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak), untuk menegakkan prinsip persatuan dan kes atuan setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesama, solidaritas, dan berkeadilan sosial. - Prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi memandang: bahwa setaip warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, karena hakikatnya kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
Kita mencintai bangsa kita, yaitu bangsa Indonesia. Itu tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak realitis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, kita mengakui bahwa semua makhluk di dunia sama dan sederajat, sama-sama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari umat manusia sedunia.
Lahirnya Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme murni Indonesia mungkin lahir di antara kelompok mahasiswa Indonesia baik yang ada di negeri Belanda maupun yang ada di Indonesia pada tahun 20-an. Mereka menyadari bahwa ideologi agama maupun Marksisme tidak akan mampu menggerakkan seluruh rakyat untuk membebaskan diri dari penjajahan.
Kesadaran ini melahirkan Partai Nasional Indonesia (1927) yang didirikan oleh Ir. Soekarno dan merupakan pelopor kesadaran serta perjuangan nasional yang didukung oleh semua pihak. Walaupun PNI ini dilarang tiga tahun kemudian dan disusul oleh bermacam-macam partai dan perhimpunan yang terpaksa lebih moderat, namun perumusan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan dan pengakuan kedaulatan penuh (1949).
Setelah kegagalan ideologis pada tahun 1965, timbullah bentuk nasionalisme di Indonesia yang lebih realitis untuk membangun kembali cita-cita nasional terutama dalam bidang tata ekonomi dan struktur sosial. Tujuan pembangunan nasional itu dirumuskan dalam GBHN dan Repelita-Repelita. Tidak dapat disangkal bahwa kemajuan pembangunan itu telah dirasakan oleh masyarakat.
Di dalam buku Kasil, C.S.T., dan Chistine S.T. Kasil (2011:201) bahwa dapat dikatakan, ada berbagai bentuk dan ekpresi nasionalisme. Bila salah satu cita-cita hilang, belum pasti nasionalisme sendiri juga hilang. Semangat nasionalisme yang terwujud dari dalam perjuangan fisik, aksi, pidato bersemangat, tindakan spektakuler, belum pasti lebih besar kadarnya daripada nasionalisme dengan bekerja tekun, membela keadilan, menciptakan tempat kerja, memajukan mutu pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
Situasi lain menuntut jawaban lain. Bukan perkataan, melainkan perbuatanlah yang membuktikan ikhlasnya semangat. Settiap bentuk nasionalisme diuji oleh sejarah menuntuk tujuan, usaha nyata, kejujuranm dan akibatnya untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bahwa tantangan bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana kita mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang bersifat liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap warga negara diakui, dihormati, dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara pasti dan adil, di mana negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya. Sikap patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat penting. Karena akan membawa kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.
Membangun Karakter (Character Building)
Dari segi bahasa, membangun karakter (Character building) terdiri dari dua kata yakni Membangun (to buid) dan karakter (character). Adapun artinya "Membangun" bersifat memperbaiki, membina, mendirikan, mengadakan sesuatu. Sedangkan "Karakter" adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Dalam konteks nasionalisme disini adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak mulia, insan manusia sehingga menunjukan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa membangun karakter akan menggambarkan hal-hal pokok sebagai berikut:
- Merupakan suatu proses yang terus menerus di lakukan untuk membentuk, tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan kepada semangat pengabdian dan kebersamaan.
- Menyempurnkan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter yang diharapkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.
- Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai - nilai falsafah Pancasila.
Membangun karakter bangsa pada hakikatnya adalah agar suatu bangsa atau masyarakat memiliki sebgai berikut:
- Adanya saling menghormati dan saling menghargai diantara sesama;
- adanya rasa kebersamaan dan tolong menolong;
- Adanya rasa persatuan dan kesatuan sebagaisuatu bangsa;
- Adanya rasa peduli dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
- Adanya moral , akhlak yang dilandaskan pada nilai-nilai agama;
- Adanya perilaku dan sifat-sifat kejiwaan yang saling menghormati dan menguntungkan;
- adanya kelakuan dan tingkah laku yang senantiasa menggambarkan nilai-nilai agama, nilai-nilai hukum dan nilai-nilai budaya;
- Sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebangsaan.
Berkaitan dengan hal itu, maka atas karakter suatu bangsa/masyarakat pada dasarnya dapat dikenali pada dua sifat, yaitu:
- Karakter yang bersifat positif, yakni suatu tabiat, watak yang menunjukan nilai-nilai positif dalam kehidupan bermasyarakat, bengbangsa dan bernegara.
- Karakter yang bersifat negatif, yakni tabiat, watak yang menunjukan nilai-nilai negatif terhadap kehidupann bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karakter sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan berorganisasi, baik organisai pemmerintahan maupun organisasi swadaya/usaha dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa karakter manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kunci yang sangat penting untuk mewujudkan cita-cita perjuangan guna terwjudnya masyarakat adil dan makmur berlandaskan Pancasila.
Dikatakan penting karena karakter mempunyai makna atau nilai yang sangat mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai yang dimaksud adalah; kejuangan, semangat, kebersamaan atau gotong royong, kepedulian atau solider, sopan santun, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, tanggung jawab.
Nilai-nilai seperti ini tampaknya cenderung semakin luntur dalam kehidupan berbangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat secara jelas bahwa misalnya berbagai kasus konflik sosial dan komunal yang marak terjadi di berbagai daerah dengan penyebab yang sepele.
Konflik horizontal antar etnik atau konflik yang membawa isu SARA yang mencerminkan ketidak kukuhan nilai-nilai kebangsaan di masyarakat. Seandainya kekukuhan nilai, senantiasa terwujud dalam kehidupan setiap insan manusia Indonesia, maka konflik yang banyak merenggut itu tentu tidak akan terjadi.
Selain itu keironian yang terjadi hari ini adalah kaum yang terpelajar pun sedang marak terjadi tawuran baik itu dikalangan pelajar maupun dikalangan mahasiswa yang tidak sedikit merenggut nyawa disesama mereka dan terus merembes kekehidupan masayarakat kita. Bulan sekarang sedang ramainya dengan "Geng Motor" yang makin hari makin tak terkendali penyebaran dan kriminalitas yang ditimbulkannya, dengan rata - rata angggotanya adalah para remaja dan pemuda yang seharusnya diharapkan memiliki karakter terdidik dan jiwa kepemimpinan dalam hal yang baik untuk kemajuan dirinya dan bangsanya.
Melihat pada kejadian-kejadian tersebut nampaknya wawasan kebangsaan sudah tidak menjiwai watak manusia Indonesia sebagiannya yang mana pada saat itu masyarakat kita dikenal dengan kesantunan dan keramah tamahan serta penuh toleransi, saling menghormati di dalam kemajemukan masing-masing dan hidup secara bergotong royong.
Mengingat karakter suatu masyarakat, bangsa dan negara mempunyai nilai dan makna yang sangat strategis, maka faktor-faktor yang perlu dan senantia diperhatiakan antara lain: Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, normatif (Hukum dan peraturan perundangan), pendidikan, lingkungan, kepemimpinan.