Siti Rahmani Rauf, Wanita Di Balik Buku Panduan Membaca INI BUDI
“Ini Budi. Ini Ibu Budi. Ini bapak Budi”
Bagi angkatan 80-an 90-an Sekolah Dasar pasti hapal mati dengan kalimat-kalimat pendek di atas. Bagaimana tidak? Kalimat sederhana inilah yang pertama kali mampu dibaca saat belajar membaca di Sekolah Dasar.
Hingga 1 tahun di tingkat kelas 1, murid-murid diperkenalkan dengan keluarga si Budi. Bahwa Budi punya kakak perempuan bernama Ani. Dan tahukah? Ani tidak semata nama fiktif, Ani adalah sang “pahlawan baca”, sang maestro buku paket belajar membaca yang melegenda itu.
Siti Rahmani Rauf |
Nama lengkap wanita berdedikasi itu adalah Siti Rahmani Rauf, yang akrab dipanggil Bu Ani. Wanita kelahiran Padang, 5 Juni 1919 ini sangat cinta pada dunia belajar-mengajar. Ia memulai profesi guru dengan mengajar SD di Padang. Ia diangkat menjadi guru pemerintah (PNS) pada 1937. Saat itu masih zaman Belanda, dimana Sekolah pribumi masih sangat kurang.
Sekitar dua puluh tahun mengajar, Bu Ani bertemu jodohnya, Abdul Rauf pada 1954. Ia beserta suami lalu hijrah ke Jakarta. Pada masa kemerdekaan ini sekolah-sekolah pribumi sudah mulai banyak. Di Jakarta ia kembali melanjutkan hobbinya, mengajar SD.
Di Jakarta Bu Ani terus berperan sebagai insan pendidik hingga masa pensiunnya. Pada 1980, Bu Ani yang sudah tidak lagi mengajar merasa prihatin dengan kesulitan guru mengajarkan membaca pada anak SD karena ketiadaan buku peraga. Buku bahasa Indonesia yang ada saat itu belum berbasis Struktur Analitik Sintetik (SAS).
Atas permintaan rekan dan dipercayakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bu Ani dibantu putrinya, Erni lalu menciptakan karya fenomenalnya. Buku peraga belajar-mengajar membaca yang menonjolkan Budi sebagai tokoh utamanya. Di buku karyanya itu, bu Ani yang jago gambar juga menyertakan visualisasi gambar Budi, ibu Budi, bapak Budi, kakak Budi, dan adik Budi.
Buku berbentuk horizontal layaknya buku gambar, berjudul “Belajar Membaca dan Menulis” itu ternyata sangat diminati para guru. Ditampilkan SAS dengan kalimat utuh sederhana “Ini Budi” dengan memisah-misahkan huruf dan suku kata sehingga memudahkan guru mengajar, dan murid memahami.
Visualisasi keluarga Budi yang apik membuat siswa senang dengan buku membacanya ini. Buku ini lalu dicetak banyak dan disebar di berbagai wilayah Indonesia, dan langgeng digunakan hingga sekitar 20 tahun. Sukses membantu pelajar SD angkatan 80-an dan 90-an mengenal huruf dan membaca.
Meski buku legendarisnya itu ia buat tanpa meminta imbalan sepeser pun, berkat jasanya, pada tahun 1986 Bu Ani mendapat reward ONH (Ongkos Naik Haji) dari penerbit. Namun, pada Juni 2014 oleh Kementerian Pendidikan tokoh “Budi” sudah ditiadakan dari buku membaca SD.
Di usia senja, kesehatan bu Ani sudah melemah, namun kecintaannya di dunia baca-tulis tidak pernah padam. Nenek yang masih terlihat kecantikannya ini bahkan mengungkapkan resep panjang umurnya, banyak menonton, banyak jalan kaki, banyak menulis, dan banyak membaca…